KOTA BANDUNG, -Besarnya permasalahan yang ada di Jabar harus diurai dengan perencanaan yang matang dan penyusunan skala prioritas.
Jangan sampai pembangunan hanya berdasarkan pikiran pemerintah semata dan menihilkan kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.
“Obesitas problematika di Jabar ini ayo selesaikan bareng-bareng, bikin ‘GBHN’ versi Jabar. Jangan sampai dibangun alun-alun, padahal sebenarnya warga ngerasa tak membutuhkan hal itu,” kata kandidat Gubernur Jabar yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jabar Ono Surono.
Hal itu dikemukakan Ono Surono saat menjadi narasumber pada serial diskusi pilkada bertajuk “Mencari Pemimpin Pilihan Rakyat”, yang digagas Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jabar dan PW Muhammadiyah Jabar, Sabtu (3/8).
Paparan Ono Surono pun dibahas oleh dua panelis, pengamat politik Unpad Dr. Firman Manan dan Sekretaris JMSI Jabar Dadan Hendaya.
Serial diskusi ini sudah memasuki pekan kelima, dengan menghadirkan para kandidat gubernur, bupati dan walikota potensial.
Anggota Komisi IV DPR RI ini prihatin, provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak sekaligus penyangga kota megapolitan Jakarta ini, memiliki segudang persoalan.
“Kita masih ada 18 kabupaten kota dengan penduduk kemiskinan tinggi atau ekstrim. Artinya, masih ada 1 keluarga yang pendapatannya tak lebih dari Rp 1,4 juta per bulan. Lalu pengangguran yang jumlahnya 2 juta orang, yang sebagian besar adalah angkatan kerja,” katanya.
“Belum lagi pabrik-pabrik di Jabar banyak yang pindah ke Jateng, yang membuat bertambahnya jumlah pengangguran di sini. Lalu dari sudut pelayanan kesehatan, dari 27 kabupaten kota, RS yg representatif yang mampu obati penyakit berat baru di Bandung, yakni RSHS. Sementara itu, Jabar juga punya masalah dengan sikap intoleran. Kita masih cukup tinggi angka intoleransinya, berupa penutupan tempat ibadah agama lain atau kelompok masyarakat lain,” jelas pria yang kerap disebut mirip aktor Keanu Reeves di film John Wick ini.
Dengan berbagai problematika ini, Pemprov Jabar benar-benar harus cermat membelanjakan APBD-nya yang “hanya” Rp 29 triliun.
“Jika diminta susun skala prioritas, saya akan fokus pada persoalan ekonomi. Pembangunan infrastruktur mesti berbasis kebutuhan masyarakat pedesaan yang produksinya harus segera sampai ke perkotaan atau daerah lain. Begitu juga industri kreatif mesti digalakkan, dan itu bukan hanya terbatas pada aplikasi atau game saja. Ketika petani mampu menggunakan teknologi penyebaran pupuk pakai drone, itu sudah kreatif. Tukang kebun sudah gunakan e-commerce untuk pasarkan buah-buahan, itu masuk ekonomi kreatif,” pungkasnya. (*)