KOTA BANDUNG,- Hari ini pada 21 Juni 1970 lalu, Presiden Pertama Republik Indonesia sekaligus sang proklamator Soekarno, menghembuskan napas terakhirnya.
Sekretaris Jenderal Persatuan Alumni atau PA GMNI, Abdy Yuhana, mengatakan, hingga 54 tahun kepergiannya, nama Bung Karno masih dikenang oleh warga dunia.
Abdy Yuhana bercerita saat berada di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi, ia bertemu warga Sudan. Saat itu, dia memperkenalkan diri berasal dari Indonesia.
“Warga Sudan pun lantas mengatakan Soekarno dan Asia Afrika. Saya langsung terharu sekaligus bangga karena Bung Karno milik dunia. Selama ini saya hanya mendengar testmoni warga dunia tentang Bung Karno dari orang lain. Tapi, ternyata kini langsung mendengarnya sendiri,” ujar Abdy.
Menurutnya, sederet angka pada bulan Juni menjadi penting ketika menjelaskan figur Bung Karno.
“Mulai 1 Juni, Bung Karno pidato dalam sidang BPUPKI yang menjawab keinginan peserta sidang untuk membicarakan tentang dasar negara Indonesia dengan mengusulkan tentang Pancasila. Hari ini tanggal 6 Juni merupakan hari lahirnya Bung Karno dan 21 Juni wafatnya,” ucapnya.
Bung Karno lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno. Bung Karno berdasar sejarah lahirnya dijuluki putra sang fajar.
Ayah Soekarno bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo yang merupakan seorang bangsawan Jawa, seorang guru. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai seorang bangsawan kerajaan Singaraja, Bali. Kemudian, hubungan Bung Karno dan ibunya sangatlah dekat.
Ibunya pun menekankan pentingnya pendidikan budi pekerti dan jiwa ksatria kepadanya sehingga lekat dalam dirinya untuk memperjuangkan hak-hak rakyat tertindas.
Bung Karno diasuh oleh orang bernama Sarinah, yang menginspirasi, mencintai dan mengasihi orang kecil, dan mencintai umat manusia.
Soekarno menamatkan pendidikan Europeesche Lagere School (ELS) di Mojokerto, Hogere Burger School (HBS) di Surabaya lulus pada 10 Juni 1921, dan TH Bandung (Technische Hogeschool te Bandoeng) yang kini bernama ITB hingga berhasil meraih gelar Insinyur pada 25 Mei 1926.
“Bung Karno lahir dan besar di tengah situasi sosial masyarakat Indonesia, Asia, dan Afrika di masa penjajahan Barat. Bung Karno menyaksikan dan mengalami penjajahan di Indonesia dan negara negara Asia-Afrika. Kesadaran ini yang kemudian membentuk pemikiran Geopolitik Bung Karno yang anti kolonialisme dan imperialisme,” kata Abdy.
Selain itu, peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia menginspirasi Bung Karno, seperti Jose Rizal tokoh nasional Filipina, Peristiwa kemenangan Jepang atas Rusia, revolusi pertama kaum Marxis di St Petersburg, juga pemikiran tokoh dunia seperti, Mahatma Gandhi, Sut Yat Sen, Kemal Pasha Attaturk, yang semuanya itu membangkitkan spirit dan pematangan konsepsi yang kemudian dibangun oleh Bung Karno.
“Bandung merupakan saksi sejarah berikutnya Bung Karno selain Ende, dan Bengkulu. Bung Karno di Bandung membentuk yang namanya organisasi PNI pada 4 Juli 1927 dan merumuskan suatu gagasan revolusioner yang disebut Marhaenisme, diawali pertemuannya dengan seorang petani bernama Ki Marhaen di daerah Bandung Selatan,” katanya.
Sosok presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai seorang proklamator dan penggagas Pancasila yang kemudian ditawarkan ke dunia melalui pidatonya di PBB pada 30 September 1960 berjudul to build the world a new.
“Banyak hal yang bisa dieksplorasi dari berbagai macam konsepsi Bung Karno yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, yakni kesadaran berbangsa dan bernegara perlu melihat potensi yang dimiliki berdasar pada geografi politik yang ada,” katanya.
Abdy berkeyakinan bahwa Indonesia akan menjadi negara besar dan mampu bersaing dengan negara maju lainnya, lantaran memiliki dua modal utama, antara lain potensi bonus demografi dan sumber daya alam yang melimpah.
“Pada 2045, Indonesia genap memasuki usia 100 tahun. Perubahan adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Perubahan dunia datang setiap seratus tahun sekali. Pada 1700-an ditemukan mesin uap oleh James Watt, kemudian ditemukan listrik oleh Michael Faraday, dan lampu listrik oleh Thomas Alva Edison pada 1800-an. Komputer ditemukan bersama internet pada 1900-an. Dan saat ini perubahan dunia kembali datang Revolusi 4.0 dengan bertumpu ada kecerdasan buatan, kecepatan internet dan pengelolaan big data. Itulah ‘signal’ global yang sesungguhnya dalam kontek pikiran-pikiran Soekarno yang sudah dituangkan dalam berbagai macam tulisannya,” ujarnya. (adv)