BANDUNG, – Ratusan Jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bandung menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat Jalan Diponegoro Kota Bandung Jabar Selasa (28/5/2024).
Ratusan masa tersebut terdiri dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia, Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Mereka menolak rancangan undang-undang (RUU) Penyiaran yang kini tengah disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Saat ini, ada beberapa poin yang menjadi sorotan para jurnalis yang didalamnya banyak melemahkan kekuatan pers yang telah diatur di UU Nomor 40 Tahun 1999.
Koordinator Aksi Deni Supriatna mengatakan, aksi yang dilakukan merupakan bentuk perlawanan terhadap RUU Penyiaran yang diusulkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada DPR. Sejumlah pasal dalam rancangan ini pun diduga bisa mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
“Banyak pasal yang dibahas sangat multitafsir dan berpotensi mengurangi partisipasi masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik,” kata Deni di lokasi.
Menurutnya, ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.
“Padahal, sebagai pilar keempat demokrasi media memiliki peran strategis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR bertolak belakang dengan semangat demokrasi dan menjadi polemik di masyarakat.
Hal ini tatkala draft naskah RUU per 24 Maret 2024 yang sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik.
“Rancangan tersebut tentu bermasalah dan patut ditolak karena bukan hanya mengancam kebebasan pers, tapi juga kabar buruk bagi masa depan gerakan antikorupsi di Indonesia,”ucapnya.
Dalam aksi yang sekaligus dibarengi aksi teatrikal seorang jurnalis yang terkurung oleh RUU Penyiaran. Para jurnalis yang hadir pun menggantungkan kartu pers sebagai simbol ancaman hilangnya akses informasi yang faktual ke masyarakat.
Adapun tuntutan aksi yang dilayangkan oleh massa aksi yaitu:
1. Menolak pasal yang memberikan wewenang lebih pada pemerintah untuk mengontrol konten siaran karena ini bisa membuat banyak hasil kerja jurnalis yang disensor sebelum disampaikan kepada publik secara obyektif.
2. Menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.
3. Menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
4. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers, dan masyarakat sipil.
5. Mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers. (*)