JAKARTA,- Politisi senior PDI Perjuangan TB Hasanuddin menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan dirinya sebagai Presiden boleh memihak dan berkampanye, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara.
Hasanuddin menegaskan pernyataan Jokowi ini berbanding terbalik dengan ucapannya pada beberapa bulan lalu yang dengan tegas meminta aparatur Pemerintahan, ASN, TNI dan Polri harus netral dalam Pemilu 2024.
“Bisa dicari jejak digital pernyataan Jokowi pada 1 November 2023 yang meminta seluruh aparatur Pemerintahan, ASN, TNI dan Polri untuk netral. Tapi seperti menjilat ludah sendiri, saat ini Jokowi malah secara terang-terangan mendukung paslon 02,” kata anggota Komisi I DPR RI ini.
Hasanuddin mengungkapkan tindak-tanduk Jokowi selama masa kampanye Pemilihan Umum sudah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait posisi pejabat negara ketika masa kampanye.
Ia mengatakan, Pasal 282, UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu menyebut bahwa Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
“Disini jelas, tindakan sekecil apapun, baik itu disengaja atau tidak disengaja yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye adalah sebuah pelanggaran,” kata Hasanuddin.
Hasanuddin mengungkapkan diawal masa kampanye, aktivitas resmi presiden seringkali mengekor ke capres tertentu.
Secara khusus dilaksanakan kunjungan ke daerah yang dianggap sebagai lumbung suara capres tersebut dan membagi-bagikan bantuan. Tindakan yang sama masih dilakukan hingga saat ini.
“Kemudian, sempat heboh diberitakan presiden makan malam dengan capres tertentu jelang pelaksanaan debat, bahkan fotonya beredar di media,” bebernya.
Ia menambahkan, meskipun capres tersebut adalah salah satu menteri di kabinetnya, apapun dalihnya, tindakan itu menimbulkan intepretasi masyarakat bahwa Presiden mendukung capres tersebut.
Setelah pelaksanaan debat ketiga, imbuhnya, Presiden membuat tanggapan di media mengenai debat tersebut yang dianggap menyerang personal capres tertentu.
“Walaupun mungkin niat presiden hanya menghimbau, ini tidak boleh. Karena sekali lagi masyarakat akan punya interpretasi keberpihakan presiden terhadap calon tertentu. Ini berbahaya, demokrasi menjadi tidak sehat, dan presiden harus menjadi negarawan bukan tim kampanye paslon tertentu,” tuturnya.
Hasanuddin mendesak agar Bawaslu menertibkan hal ini.
Terutama terkait dengan penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden RI, untuk berkampanye.
“Percuma saja tim kampanye berusaha untuk menjaga marwah demokrasi dalam pemilu namun pucuk pimpinan penyelenggara negara malah melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan paslon tertentu saat kampanye,” pungkasnya. (*)