Pasanggiri Kawih, Bentuk Komitmen PDI Perjuangan Lestarikan Seni dan Budaya

Bagikan Artikel

BANDUNG – Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jawa Barat Ono Surono mengatakan Pasanggiri Kawih Wanda Anyar-an menjadi tribute untuk seniman Sunda, Koko Koswara, yang merupakan maestro kawih Sunda dan tak diragukan pengabdian serta eksistensinya.

“Hal ini selaras dengan visi misi PDI Perjuangan dan juga pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD terkait bagaimana berkepribadian di bidang budaya. Kita ingin seni da budaya menjadi jati diri bangsa sekaligus para pelakunya diberikan penghormatan dan penghargaan atas dedikasi mereka,” paparnya, disela acara Pasanggiri Kawih Wanda Anyar-an, di De Majestic, Jalan Braga, Kota Bandung, Sabtu (2/12/2023).

Dengan adanya acara semacam ini, pihaknya menginginkan seni dan budaya tradisional terus berkembang dan dilestarikan. Ono pun berharap agar muncul generasi-generasi penerus yang bisa membawa kesenian dan budaya Tanah Air khususnya Sunda ke tingkat internasional.

“Anak muda sekarang ini mendapat tantangan yaitu masuknya budaya-budaya asing. Dengan kegiatan seperti ini bisa menjaga generasi muda kita tidak terpapar oleh budaya-budaya asing tersebut,” ucapnya.

Puluhan peserta mengikuti Pasanggiri Kawih Wanda Anyaran yang memperebutkan Piala Megawati Soekarnoputri kelompok anggana sekar dan rampak sekar.

Sekretaris Sidang Dewan Juri Sony Riza Windiagiri menjelaskan, pasanggiri ini sebuah ajang kontestasi yang digelar oleh Yayasan Cangkurileng dan DPD PDI Perjuangan Jawa Barat yang berharap adanya evaluasi dari setiap daerah yang mengadakan pelatihan-pelatihan sesuai amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan dan harus merawat juga melestarikan budaya.

“Jadi, kegiatan ini salah satu bentuk pelestarian seni dan budaya, utamanya seni kawih. Kawih itu salah satu jenis vokal Sunda yang sebetulnya memang sudah ada sejak dahulu, tapi embel-embel wanda anyaran karena ada nama pencetusnya, yakni Koko Koswara,” terangnya.

BACA JUGA  Hadapi Pilkada di Jawa Barat, PDI Perjuangan-PKS Bakal Koalisi?  

Hal itulah yang membedakan kawih-kawih klasik dan wanda anyaran. Karya Koko Koswara dari generasinya ke bawah disebut wanda anyaran.

Dia pun merasa bangga melihat kondisi saat ini dimana generasi muda banyak yang tertarik pada budaya kawih.

Sebab, di eranya saat itu setiap kali ada pasanggiri tak sebanyak saat ini.

“Saya melihat mulai ada peningkatan dari segi kualitas dan kuantitas. Saya sempat ikut pasanggiri sejak 2004 tapi tak sebanyak saat ini. Saya berterima kasih pada PDI Perjuangan Jawa Barat yang sudah peduli pada lagu-lagu kawih Mang Koko dan generasi seterusnya untuk tetap melestarikan,” tuturnya.

Adapun peserta yang ikut ada kategorinya, yakni kategori suara murwa (pemula), suarantara (di antara pemula dan mahir), suara nindya (mahir), dan suara utama (kelas bintang).

“Kenapa kelas bintang? Karena memang biasanya pasanggiri itu sudah ketebak juaranya. Maka, peserta yang sudah memperoleh juara 1, 2, dan 3 di tingkat kota/kabupaten dan provinsi itu harus masuk suara utama. Kami menilai peserta yang ikut itu mulai hapalan, notasi, lirik, hingga teknik ngawihan serta gestur dan ekspresi,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *