BANDUNG. – Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menegaskan, Kota Bandung memasuki periode rawan bencana, mulai dari longsor, banjir, kebakaran di kawasan padat, hingga potensi penumpukan sampah akibat gangguan ritasi pengangkutan ke TPA.
Untuk itu, Pemerintah Kota Bandung bersama jajaran TNI–Polri, BPBD, dan unsur kewilayahan menggelar Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Penanggulangan Bencana di Aula Mapolrestabes Bandung, Kamis 11 Desember 2025.
Farhan menjelaskan, hujan dengan intensitas tinggi beberapa pekan terakhir telah meningkatkan risiko bencana, terutama di wilayah utara–barat hingga timur Bandung.
“Yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah potensi longsor. Kami sudah meninjau langsung, termasuk rumah-rumah dengan risiko tinggi,” ujarnya.
Farhan meminta jalur informasi diperkuat mulai dari Polsek, Koramil, unsur kewilayahan, hingga relawan untuk segera melapor jika ada permukiman yang berada di zona rawan.
“Kalau ada ancaman longsor, segera informasikan. Kita akan langsung mengistirahatkan warga. Tidak boleh ada kejadian fatal terulang,” katanya.
Selain longsor, Farhan menyoroti kejadian kebakaran yang terjadi di permukiman padat yang membuat risiko korban jiwa tinggi.
“Banyak rumah dihuni delapan orang dalam satu bangunan. Kesiapsiagaan Polsek, Koramil, dan kewilayahan sangat penting,” jelasnya.
Kasus rumah roboh juga meningkat signifikan, baik di dekat sungai maupun permukiman biasa. Banyak bangunan tua yang tidak lagi layak huni namun masih ditempati warga dengan kondisi sosial ekonomi rentan.
Ia pun menginstruksikan jajaran kewilayahan untuk menandai pohon-pohon rawan tumbang, termasuk yang ditanam di pot beton sejak masa lalu. Seiring waktu, beton penahan telah runtuh sehingga akar menggantung dan mudah patah.
“Begitu akarnya terpapar, kekuatannya sangat rapuh. Saya sudah menyaksikan sendiri di Kiaracondong, pohon tumbang tiba-tiba saat hujan,” katanya.
Farhan juga mengingatkan potensi peningkatan kasus demam berdarah (DBD) pada 2026–2028 karena siklus tiga tahunan. Meski pada 2025 tidak ada korban jiwa, risiko lonjakan kasus tetap tinggi.
Ia meminta, personel yang bertugas di lapangan waspada. Jika demam tidak turun setelah 24 jam, warga diminta langsung ke puskesmas untuk pemeriksaan lanjutan.
Terkait dengan sampah, Ia menyebut saat ini Kota Bandung menghasilkan sekitar 1.498 ton sampah per hari, dan hanya 1.200 ton yang bisa dikirim ke TPA Sarimukti.
“Kita pernah mengalami penumpukan 4.000 ton selama 20 hari pada November lalu. Banyak truk kita harus mengantre hingga 36 jam di Sarimukti,” jelasnya.
Mulai pertengahan Januari 2026, kuota pembuangan ke TPA kemungkinan akan berkurang menjadi sekitar 980 ton per hari sehingga potensi penumpukan kembali mengancam.
Saat ini, Pemkot Bandung sedang menyiapkan pengolahan biodigester dan Insenerator berkapasitas 7–10 ton.
“Mulai 10 Januari, kita akan masuk fase kritis. Saya minta seluruh unsur TNI–Polri, kewilayahan, dan masyarakat membantu agar penumpukan tidak terulang,” ungkapnya.

