BANDUNG,- Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat Bedi Budiman menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi undang-undang terlalu tergesa-gesa.
Dalam UUDKJ itu, disebutkan bahwa kawasan Jakarta akan dibentuk sebagai kawasan aglomerasi usai Ibu Kota Negara resmi pindah Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.
Kawasan aglomerasi adalah kawasan perkotaan yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya sekalipun berbeda dari sisi administrasi.
Tujuannya menjadi satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global.
Padahal, kata Bedi, yang disebut kawasan khusus dalam UU No. 24 tahun 2014 adalah bagian wilayah dalam Daerah provinsi dan/atau Daerah kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang bersifat khusus.
Sementara dalam UUDKJ, selain DKJ kawasan aglomerasi juga mencakup sejumlah daerah di Jawa Barat yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota/Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
“Jelas, UUDKJ sudah menabrak undang-undang lain. Seharusnya UUDKJ tidak menyertakan kabuaten/kota yang ada di provinsi lain. Ini kan problematik. Mestinya dinamakan UU Kawasan Aglomerasi Jakarta, Jabar dan Banten,” ujarnya.
Kemudian, kata Bedi, dalam UUDKJ juga disebutkan bahwa Jakarta harus menjadi kawasan aglomerasi lantaran sedang dipersiapkan menjadi kota global.
Hal ini menjadi sangat rancu, imbuhnya, lantaran alasan mengapa ibukota dipindah ke IKN adalah karena alasan ekologis.
“Alasan mengapa pindah ke IKN itu karena Jakarta disebut sudah tak layak lantaran banjir, polusi dan sebagainya. Tapi ini malah diperkental perkotaannya dengan konsep Kota Global. Mestinya dibatasi metropolitannya, misal Bandara Soekarno Hatta sudah terlalu penuh, dipindahkan ke Kertajati atau Pelabuhan Tanjung Priok dipindah ke Patimban,” tukasnya. (adv)