PADANG,- PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat terus berkomitmen meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang melalui berbagai kegiatan sosialisasi.
Hal ini merupakan salah satu upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya disiplin berlalu lintas khususnya saat melintasi perlintasan sebidang kereta api.
Kepala Humas KAI Divre II Sumbar Reza Shahab mengemukakan, sepanjang tahun 2024, pihaknya telah melaksanakan 38 kali sosialisasi keselamatan berlalu lintas di berbagai lokasi, baik di perlintasan sebidang KA hingga di sekolah-sekolah yang berada di sekitar wilayah operasional Divre II Sumbar.
Sementara itu, pada tahun 2025 sosialisasi perlintasan sebidang di wilayah Divre II Sumbar dilakukan secara rutin minimal satu minggu sekali dan di empat titik perlintasan yang berbeda sehingga sampai dengan akhir April 2025 ini, tercatat telah dilaksanakan sosialisasi sebanyak 58 kali.
Kali ini, kegiatan sosialisasi disiplin perlintasan sebidang KA digelar di JPL 21 Km 20+081 petak jalan Tabing-Lubuk Buaya, Jl. Raya Pd-Bkt, Lubuk Buaya, Kec. Koto Tangah, Kota Padang, Rabu (30/4) dengan melibatkan instansi terkait lainnya seperti Balai Teknik Perkertaapian Kelas II Padang, Dishub Provinsi Sumatera Barat, Dishub Kota Padang, PT Jasa Raharja, TNI/Polri dan komunitas pecinta kereta api serta instansi terkait lainnya.
“Sosialisasi dilakukan secara langsung dengan memberikan imbauan kepada pengguna jalan raya yang melintasi perlintasan menggunakan pengeras suara, membagikan stiker, dan melakukan pembentangan spanduk keselamatan yang bertuliskan imbauan untuk selalu memperhatikan keselamatan bersama,” ujarnya.
Perlu diketahui perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang tersebut muncul lantaran meningkatnya mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan yang harus melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api. Tingginya mobilitas masyarakat dan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas memicu timbulnya permasalahan yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang.
“Hingga akhir Maret 2025, KAI Divre II Sumbar telah menutup 9 titik perlintasan guna meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api,” ungkapnya.
Pengelolaan dan peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang tersebut dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya seperti menteri untuk jalan nasional, gubernur untuk jalan provinsi, dan bupati/walikota untuk jalan kabupaten/kota dan desa. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2 dan 37.
Namun begitu, Reza mengakui disiplin pengguna jalan masih menjadi tantangan. Di tahun 2024 terdapat 21 kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang maupun jalur kereta api diantaranya menyebabkan korban luka ringan, berat, bahkan meninggal dunia.
“Hingga akhir April 2025, terdapat 9 kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang maupun di jalur KA, meskipun angka ini lebih sedikit dari tahun 2024 lalu, kami tetap mengimbau kepada seluruh masyarakat hendaknya selalu disiplin dalam berlalu lintas khususnya saat melintasi perlintasan sebidang KA,” ucapnya.
Reza menekankan pentingnya kepatuhan terhadap rambu-rambu lalu lintas, termasuk penggunaan helm bagi pengendara roda dua dan prioritas bagi perjalanan kereta api. Pelanggaran di perlintasan sebidang tidak hanya membahayakan nyawa, tetapi juga melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Kami juga mengingatkan masyarakat untuk tidak beraktivitas di sekitar jalur kereta api demi keselamatan bersama. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 181 Ayat (1) yang melarang aktivitas di ruang manfaat jalur kereta api,” terangnya.
Dia menjelaskan, pada Pasal 181 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyatakan bahwa setiap orang dilarang berada di ruang manfaat jalur kereta api; menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.
Yang dimaksud dengan “setiap orang” dalam UU ini berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 18 yaitu perseorangan atau korporasi.
Setiap orang tersebut dilarang:
– Berada di ruang manfaat jalur kereta api;
Arti dari “berada di ruang manfaat jalur kereta api” yaitu terdiri dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya. (Pasal 37)
– Ruang manfaat jalur kereta api diperuntukkan bagi pengoperasian kereta api dan merupakan daerah yang tertutup untuk umum. (Pasal 38). Sedangkan yang dimaksud jalan rel yaitu dapat berada:
a. Pada permukaan tanah;
b. Di bawah permukaan tanah; dan
c. Di atas permukaan tanah.
– Menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api;
Pengertian dari menyeret dalam ketentuan Pasal 181 ayat (1) huruf b adalah menarik atau mendorong barang tanpa roda dan melintasi jalur kereta api.
– Menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.
Yang dimaksud dengan “kepentingan lain” adalah penggunaan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan fungsinya, antara lain bermain, berjualan, menggembala ternak, menjemur barang, membuang sampah atau kegiatan lainnya.
Ketentuan tersebut dikecualikan bagi petugas di bidang perkeretaapian yang mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.
Dalam ketentuan Pasal 181 ayat (2) ini yang termasuk surat tugas adalah kartu atau tanda pengenal.
Jika melihat konstruksi Pasal 181 ayat (2) tersebut maka, ketentuan Pasal 181 berlaku bagi setiap orang yang tidak mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasana Perkeretaapian.
Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
“Kami berharap masyarakat semakin meningkatkan kesadaran untuk lebih disiplin berlalu lintas dan menjauhi jalur kereta api. Keselamatan adalah tanggung jawab bersama,” pungkasnya. (**)