BANDUNG,- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoroti melambatnya kinerja pendapatan dan belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada semester pertama 2025.
Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah awal pekan ini, Tito mengungkap pendapatan Jabar baru mencapai 44,72 persen, menempati urutan ketiga di bawah Yogyakarta (57,43 persen) dan Nusa Tenggara Barat (46,26 persen).
Padahal dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Barat kerap menduduki peringkat teratas nasional untuk realisasi pendapatan dan belanja daerah.
Tak hanya dari sisi pendapatan, belanja daerah Jabar juga tercatat lambat di angka 38,79 persen, lebih rendah dari Yogyakarta yang mencapai 41,92 persen.
“Pendapatan dan belanja yang lambat bisa menjadi indikator lemahnya daya dorong fiskal daerah terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Tito.
DPRD: Jangan “One Man Show”
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono menyebut capaian tersebut sebagai alarm serius, mengingat Jabar merupakan provinsi strategis dengan potensi ekonomi besar.
Menurut Ono, capaian rendah bukan sekadar persoalan teknis anggaran, tapi menyentuh aspek yang lebih luas pada pelayanan publik, pengentasan pengangguran, hingga keberlangsungan program pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
“Kita perlu jujur melihat fakta. Ini bukan hanya masalah angka, ini menyangkut nyawa program pembangunan.”
“Belanja lambat berarti pembangunan dan pelayanan publik juga terhambat,” tegasnya, Rabu (9/7/2025).
Sorotan juga diarahkan pada Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai terlalu dominan secara pribadi, namun belum tampak hasil konkrit di level birokrasi.
“Era saat ini menuntut kepemimpinan berbasis teamwork, bukan one man show. Kapasitas Gubernur tidak diragukan, tetapi tidak bisa berjalan sendiri,” tambah Ono, yang juga menjabat Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.
DPRD mendorong refocusing anggaran semester kedua,Ia juga meminta agar Dedi melibatkan OPD, wakil gubernur, legislatif, serta stakeholder lainnya secara aktif dan setara. Kolaborasi ini disebutnya penting untuk menghindari stagnasi birokrasi.
Analis kebijakan publik Agustar Aji juga mengingatkan pentingnya perubahan gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi. Ia menilai, terlalu dominan di media sosial tanpa diikuti kinerja birokrasi yang terukur bisa jadi bumerang.
“Gubernur tidak bisa hanya tampil di media, tapi perlu memastikan seluruh lini pelaksana jalan. Kalau belanja macet, janji kampanye cuma jadi narasi kosong,” katanya.
Agustar Aji, menyebut capaian fiskal tersebut “mengkhawatirkan”, terlebih di tengah berbagai program prioritas yang sudah diumumkan namun belum tampak dalam bentuk serapan anggaran.
“Tingkat penyerapan anggaran yang rendah menunjukkan ada hambatan dalam birokrasi atau perencanaan program,” jelas Agus.
Agus juga menyoroti pentingnya anggaran daerah dalam menjaga daya beli masyarakat, menahan inflasi, dan mendorong pemulihan ekonomi mikro.
“Jabar itu provinsi padat penduduk. Kalau anggaran enggak jalan, dampaknya sistemik,” tegasnya.
Menurutnya rendahnya belanja daerah berpotensi memperlambat upaya pengendalian inflasi di level lokal, apalagi dalam konteks ketahanan pangan dan energi.
Pemerintah pusat berharap setiap daerah mampu menjadi motor penggerak ekonomi mikro melalui belanja produktif, terutama dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok.
Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, Jawa Barat seharusnya menjadi barometer dalam tata kelola fiskal daerah.
Dengan realisasi belanja di bawah 40 persen hingga pertengahan tahun, dikhawatirkan target pembangunan dan stimulus ekonomi tidak tercapai secara maksimal.
Kritik bertubi-tubi ini datang di tengah ekspektasi besar publik terhadap kepemimpinan baru Dedi Mulyadi.
Meskipun rajin membangun komunikasi lewat media sosial, sejumlah pengamat menilai belum ada progres signifikan dalam serapan anggaran dan realisasi program prioritas.
Sorotan ini melengkapi catatan publik terhadap kinerja awal Dedi Mulyadi sejak dilantik Februari 2025. Banyak yang menanti langkah dari Gubernur, bukan sekadar narasi inspiratif, tetapi kerja nyata yang terukur.
DPRD pun menyatakan siap mendukung jika ada langkah pembenahan. Namun, mereka tak akan tinggal diam bila tren buruk ini dibiarkan berlarut. (*)